Selasa, 15 September 2009

MASALAH PENDIDIKAN & ALOKASI 20% APBD UNTUK PENDIDIKAN

Mukhlis Abidi

Sudah merupakan kenyataan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah dibanding negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan Vietnam yang notabene baru saja keluar dari kancah peperangan. Akibatnya, SDM bangsa kita pun kalah bersaing dengan negara jiran tersebut.
Berdasarkan hasil survey UNDP pada tahun 2007/2008 tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Development Index (HDI) di 177 negara, ternyata bahwa Indonesia berada di posisi 107 dengan indeks 0,728. Sedangkan di kawasan ASEAN Indonesia menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN yang dipublikasikan. Peringkat teratas di ASEAN adalah Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam 0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.
Bila kita melihat data yang dikeluarkan UNDP di atas, menunjukan bahwa kondisi nyata kualitas dunia pendidikan di Indonesia berada di bawah Malaysia yang beberapa tahun lalu, tak sedikit warga Malaysia yang menimba ilmu di Indonesia. Saat ini justru terjadi sebaliknya dimana orang Indonesia sekarang banyak yang belajar ke Malaysia.
Kunci Keberhasilan Malaysia dalam membangun sektor pendidikan, ternyata terletak pada komitmen yang tinggi para penentu kebijakan negeri itu untuk berusaha memperbaiki kualitas SDM-nya, yaitu dengan meningkatkan kualitas sektor pendidikan, dimana pemerintah Malaysia berani menganggarkan dana dari APBN-nya lebih dari 30% untuk sektor pendidikan.
Keberhasilan Malaysia di atas, hendaknya menjadi pelajaran sangat berharga bagi penentu kebijakan di negeri ini, terutama tentang perlunya komitmen segenap komponen bangsa untuk memperbaiki buruknya kualitas SDM bangsa ini, sesuai amanat UUD 45 pasal 31 ayat (4) yang menyatakan: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Keinginan kuat bangsa Indonesia memperbaiki kualitas SDM melalui perbaikan sektor pendidikan tersebut, ternyata belum berjalan sebagaimana mestinya, karena beberapa tahun terakhir anggaran sektor pendidikan dalam APBN masih di bahwah 20%. Namun, setelah melalui perjalanan cukup panjang disertai gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi, akhirnya pemerintah memenuhi amanat UUD 45 dengan merencanakan 20% anggaran pendidikan dalam APBN 2009.
Komitmen tersebut, telah dipertegas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan saat menyampaikan RUU RAPBN Tahun Anggaran 2009 yang disertai nota keuangan dalam Sidang Paripurna Terbuka DPR. Selanjutnya dalam pidato di hadapan Sidang Paripurna DPD-RI, Presiden juga meminta kepada segenap Kepala Daerah mengalokasikan dana 20% dari APBD-nya untuk sektor pendidikan.
Perintah Presiden kepada Pemerintah Daerah di atas sangat beralasan, mengingat kualitas pendidikan di sebagian besar Daerah masih sangat rendah. Rendahnya kualitas sektor pendidikan tersebut disebabkan pembangunan sektor pendidikan masih belum menjadi prioritas, mengingat hingga tahun anggaran 2008 baru sekitar 10% atau sebanyak 44 Daerah yang mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai dengan UUD. Sedangkan selebihnya, masih mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10%, bahkan beberapa diantaranya masih ada yang menganggarkan di bawah 5%.
Selain itu, rendahnya mutu pendidikan khususnya di Daerah, juga dipengaruhi oleh masalah kuantitas dan kualitas guru, terbatasnya fasilitas penunjang proses pendidikan, seperti alat peraga dan laboratorium di sekolah-sekolah. Sementara itu, hal yang juga cukup penting namun kurang mendapat perhatian adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap perpustakaan di daerah.
Terkait dengan persoalan pendidikan nasional di atas, yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, mampukah besarnya dana tersebut memperbaiki kualitas pendidikan negeri ini? Benarkah minimnya dana menjadi sebab utama rendahnya kualitas pendidikan negeri ini? Dengan memperhatikan kewenangan/urusan Pusat, Provinsi dan Daerah di sektor pendidikan, bagaimanakah strategi Pemerintah dalam mengoptimalkan pemanfaatan dana sebesar itu? Bagaimana mensinergikan penyerapan dana dari APBN dan APBD atau antara program Pusat dengan Daerah di sektor pendidikan? Bagaimana mengoptimalkan peran masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan? Mampukah dana tersebut diserap oleh berbagai program yang sesuai dengan kebutuhan rakyat akan pendidikan? Dan sederet pertanyaan lainnya.
Dari gambaran di atas, maka kita semua mempunyai tugas lanjutan yang lebih besar, yaitu bagaimana menumbuhkembangkan kesadaran akan arti pentingnya pendidikan di tengah-tengah roda jaman yang bergerak begitu cepat. Tentunya bukan sekadar dari sisi anggaran, tetapi juga dimulai dari peningkatan budaya belajar mengajar, termasuk meningkatkan budaya membaca sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Pembudayaan Kegemaran Membaca (PKM) dengan melibatkan Pemerintah, Satuan Pendidik (Satdik) dan Masyarakat.
Peran ketiga unsur tersebut sangatlah signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dilakukan melalui penyediaan buku murah dan berkualitas. Sedangkan, Satuan Pendidikan (Satdik) memiliki peran dengan mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran. Sementara masyarakat dapat berperan dengan menyediakan sarana perpustakaan di tempat umum yang mudah dijangkau, murah dan bermutu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar